Wednesday, 29 July 2020

GODONG GIRANG

GODONG GIRANG


      

    Ini yang dinamakan "godhong girang" konon katanya godhong (daun dalam bahasa jawa) ini disabda Ki Ageng Giring sebagai pertanda akan girangnya hati beliau karena mendapatkan "Wahyu Degan Gagak Emprit"..meskipun akhirnya bukan beliau yang meminum Degan (Kelapa Muda) tersebut melainkan Ki Ageng Pemanahan..mungkin daun tersebut juga bisa menjadi pertanda bahwa, jika kita punya harapan janganlah terlalu senang/ girang karena jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang kita harapankan pasti akan kecewa, demikian juga dengan Ki Ageng Giring..bagaimanapun juga kita punya rencana tetapi Tuhan yang akan menentukan segalanya...

PITUTUR LELUHUR..OJO NGANTI LUNTUR

JAYA JAYA WIJAYANTI RAHAYU SAGUNG DUMADI

WATU DAKON

 WATU DAKON

                                                                    
 
    
   
   Inilah yang dinamakan dengan "Watu Dakon" yang terletak di dusun Kendal, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dimana dahulu Ki Ageng Giring yang sedang kecewa, gundah, sangat marah karena Wahyu Degan Gagak Emprit telah diminum oleh saudara seperguruannya yaitu Ki Ageng Pemanahan, sampai menangis mengeluarkan air mata dan menetes di bebatuin ini hingga batu tersebut menjadi berlubang. Maka tempat ini dikenal dengan nama "Watu Dakon"
.
.
PITUTUR LELUHUR..OJO NGANTI LUNTUR

JAYA JAYA WIJAYANTI RAHAYU SAGUNG DUMADI

Monday, 6 July 2020

WOTING PENGGALIH

*WOTING PENGGALIH*

Pak Lek Permono

     Dua buah kata yaitu woting dan penggalih.
Woting dari kata Wot ( ngewot_bhs Jawa : jembatan ) & Penggalih ( Galih_bhs Jawa : hati / penggalih_bhs Jawa : pikiran), dimana dpt kita artikan sebagai jembatan hati/ jembatan pikiran, ya mungkin dlm bahasa milenial berarti galau/ kegalauan hati/ pikiran.
      Dalam ekspedisi Giring *Manah amerga Woting Penggalih supaya iso mlebu Kutha Ageng* , kami mencoba mengurai & membabar kata demi kata filosofi jawa yg sarat dgn pesan motivasi dan spiritualitas tinggi bila kita memahaminya, karna filosofi tersebut selalu mengiringi kita dalam peziarahan hidup di dunia ini.
    Dan kebetulan sekali filosofi tersebut ada dalam tokoh2 besar proses terbentuknya sebuah Kerajaan besar di Jawa, MATARAM ya Mataram !
Tokoh besar dalam Woting penggalih ini adalah Joko Umbaran  yg dimakamkan di suatu tempat yg bernama WOT GALEH yg termasyur dgn nama Pangeran Purbaya ( nama yg diberikan oleh Panembahan Senopati / Raja Mataram ).
Dimana waktu muda Ibu dari Jaka Umbaran yg bernama Rara Niken Purwasari harus melakukan " *suduk salira"* demi mukti/ kemuliaan hidup anaknya mendatang yg harus ditebus dengan *mukti* *tohe pati* yg lebih mengenaskan lagi bahwa itu semua atas perintah ayahandanya.
     Bagaimana pengorbanan nyawa seorang ibu utk anaknya agar mendapatkan hidup yg enak dan serba kecukupan lahir & batin.
Spirit seorang ibu yg tidak dpt dibalas dgn apapun juga apalagi materi.
Spirit filosofi tersebut dalam kehidupan kita dapat menjadi tuntunan kita, bukan hanya menjadi tontonan yg kebetulan ada pada sosok tokoh besar Mataram.
Semoga tokoh2 besar dan para Leluhur Nusantara khususnya para Leluhur Mataram dapat menginspirasi kehidupan kita dalam menjalani kehidupan ini.

Jaya Jaya Wijayanti
Rahayu Sagung Dumadi.

🙏🏻 
Permana

Monday, 29 June 2020

Expedisi Giring Manah #1

EXPEDISI GIRING MANAH #1


Juru kunci pesarean Ki Agen Giring


   Seperti sobat Cakra ketahui..disini ada makam yang sangat terawat dan ditunggu oleh juru kunci yang bernama pak Yusuf dan pak Pardi. 
Makam ini banyak sekali dikunjungi oleh para peziarah atau para pencari berkah. Para peziarah ini berasal dari berbagai kota, dari dalam kota Yogyakarta sendiri maupun dari luar kota Jogja.

Lokasi makam tersebut berada di desa Sodo, Paliyan, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Makam siapakah itu, pasti sobat Cakra dan para pembaca semua tidak asing lagi dengan yang namanya Ki Ageng Giring atau beliau punya nama kecil Raden Mas Kertonadi.


    Nhaa..pada kesempatan kali ini kami (Cakra Manggiling Official) dan team berkesempatan mengunjungi makam beliau dan sedikit mendengarkan cerita dari juru kunci makam tersebut.
Area pemakaman yang teduh, adem bikin suasana disana terasa lebih khusuk dan magis bercampur menjadi satu. Kharisma yang ditimbulkan oleh sosok Ki Ageng Giring yang dulunya dikenal sebagai seseorang yang mempunyai tingkat spiritual yang tinggi sangat amat kami rasakan. Sehingga kami berpendapat bahwa itulah yang mungkin banyak sekali para peziarah yang datang untuk mencari berkah. 

     Mencari berkah disini bukan berarti kita tidak percaya akan adanya Tuhan, karena hal tersebut adalah musrik. Tetapi disini mencari berkah yang dimaksudkan adalah dengan ketenangan tempat tersebut dan dengan sisa-sisa peninggalan spiritual dari Ki Ageng Giring kala itu kita bisa berdoa kepada Tuhan dengan lebih hikmat dan khusyuk serta lebih fokus mengarahkan hati pada yag Maha Kuasa.

Juru Kunci tersebut bercerita kalau konon Ki Ageng Giring adalah sosok yang sangat digdaya, disamping mempunyai spirutual yang sangat tinggi beliau juga mempunyai kesaktian yang boleh dikatakan tidak bisa dianggap remeh, karena beliau merupakan salah satu dari murid Sunan Kalijaga, dimana sobat Cakra ketahui Sunan Kalijaga adalah salah satu Wali besar dan terkemuka di masanya. Diceritakan pula bahwa Ki Ageng Giring adalah penerima Wahyu Gagak Emrprit yang konon akan menurunkan raja-raja di Mataram


"NGGIRING MANAH AMARGA WOTING PENGGALIH SUPOYO ISO MLEBU KUTHO AGENG"  Yang kurang lebih artinya "MENATA HATI DAN PIKIRAN AGAR DAPAT MENDAPATKAN KEMULIAAN"

Wednesday, 24 June 2020

Cakra Manggiling



JAYA JAYA WIJAYANTI
RAHAYU SAGUNG DUMADI

    Banyak cerita kejayaan leluhur bangsa kita, kejayaan Nuswantara
Baik peninggalan leluhur tersebut dalam bentuk situs, petilasan, dan masih banyak lagi
Yang dimana semua disamarkan dalam bentuk kode atau sandi.
   Para Leluhur kita sangatlah cerdas dan kita sebagai penerus beliau tidaklah hanya diberi secara instan dan serba terima jadi.
Semua yang ditinggalkan oleh leluhur kita atas kejayaan masa lalu sangatlah saling berkorelasi
Semua harus dipikirkan, dipecahkan dan ditarik dalam sebuah kesimpulan yang agung.
Semua hanyalah puzzle – puzzle yang tercerai berai maka sudah sepantasnyalah kita menyatukannya kembali, termasuk semua filosofi tentang keyakinan bergulirnya lingkaran kehidupan masa lampau hingga saat ini baik secara mikrokosmos  dan makrokosmos.
   Kami akan mencoba mengulangi semua napak tilas kejayaan leluhur dan peradaban          Nuswantara masa lampau hingga saat ini agar dapat tercipta kembali keseimbangan yang baru atas nama kejayaan leluhur.
Kami sangat terbuka dengan saran dan kritik sobat cakra dan dapat langsung ditulis dalam kolom komentar  dan bisa ikuti medsos kita di kolom pojok kanan atas

sembah nuwun
🙏🏻

Monday, 22 June 2020

Radite jenar, 21Wilapa 20 20
( Minggu Pon, 21 Juni 2020 )


Ekspedisi Giring Manah


          4 Nama Tokoh besar dalam Keraton Mataram, dari awal sebelum berdirinya Keraton Mataram hingga berdiri megah dipimpin oleh seorang Raja yang bernama  Panembahan Senopati telah membuat filosofi spiritulitas serta motivasi pada masyarakat Jawa pada umumnya.
Nama Mataram tidak akan lepas dari nama Tokoh Besar yaitu :
#Ki Ageng Giring ( Giring )
#Ki Ageng Pemanahan ( Manah )
#Pangeran Purbaya ( makam di Wot Galeh/ Woting Penggalih )
#Panembahan Senopati ( makam Kotagede/ Kutha ageng ).
Nama nama tokoh tersebut menginspirasi dalam sebuah filosofi NGGIRING MANAH AMERGA WOTING PENGGALIH SUPAYA BISA MLEBU KUTHA AGENG ( MENATA HATI & PIKIRAN AGAR DAPAT MASUK DALAM KEMULIAAN ).
        Dimana dalam kesempatan ini akan kami babar dalam memaknai filosofi itu tadi dalam sebuah cerita tiap tokoh yg tertera diatas. 
Dari pitutur lalu nggiring manah karna ada woting penggalih agar dapat memasuki kutha ageng/ kemuliaan
Mungkin belum banyak diketahui oleh sahabat Cakra bahwa Ki Ageng Giring mempunyai asma timur (nama kecil/asli) Raden Mas Kertonadi sebelum beliau mendapatkan gelar dan Ki Ageng Pemanahan mempunyai asma timur (nama kecil/asli) Ki Bagus Kuncung sebelum beliau mendapatkan gelar juga. 

        Kalau boleh bercerita sedikit mengenai ekspedisi nggiring manah tersebut, kami sudah mencoba napak tilas atau merekonstruksi bagaimana perjalanan antara Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan dalam mendapatkan "Wahyu Gagak Emprit" tersebut.

        Konon berawal dari Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan dimana beliau adalah para ksatria yang mempunyai satu guru yaitu Sunan Kalijaga. Beliau berdua mendapat titah dari Sunan Kalijaga untuk bertapa guna mencari wahyu Majapahit yang hilang dan akan bisa menurunkan keturunan raja-raja di kerajaan Mataram. Tapi wahyu tersebut akan berbentuk apa dan kapan datangnya Sunan Kalijaga tidak mengatakannya. Singkat cerita beliau berdua dititahkan untuk bertapa oleh Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pemanahan bertapa dan tirakat di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Kembang Lampir 


dan Ki Ageng Giring di titahkan tirakat dengan menanam sepet (serabut) kelapa yang kering. Kalau dinalar serabut kelapa kering yang ditanam tidak mungkin akan bisa tumbuh, tetapi atas seijin Tuhan Yang Maha Kuasa serabut tersebut bisa tumbuh. Bertahun tahun pohon kelapa tersebut di rawat oleh Ki Ageng Giring, akhirnya Beliau memberikan tanggung jawab kepada Ki Tunggul Wulung untuk merawat pohon kelapa tersebut hingga akhirnya pohon tersebut berbuah. Tetapi anehnya buah tersebut hanya ada satu saja dan dipuncaknya dihinggapi seekor burung Gagak. Ki Ageng Giring kemudian mendapatkan wahyu berupa suara yang mengatakan bahwa barang siapa yang meminum air kelapa ini sampai habis sekaligus (sak endhegan/ sekali teguk ) maka orang itu akan dapat menurunkan anak yang akan menjadi raja di Tanah Jawa sampai anak cucunya secara turun temurun. Saking girang/ senangnya beliau maka beliau menyabdha (nyabdha dalam bahasa jawanya) sebuah pohon/ daun yg sampai sekarang dikenal dengan nama "godhong girang". 

GODONG GIRANG

        Tetapi hal itu juga bisa buat pengingat-ingat kepada kita bahwa kalau kita senang/ girang hatinya itu jangan berlebihan, tetapi biasa-biasa saja, ditakutkan jika apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataannya. Bagaimanapun juga kita yang berkehendak tetapi kembali lagi Tuhan yang menentukan. Godhong girang tersebut masih bisa kita jumpai di area pemakaman Ki Ageng Giring sampai saat ini. Akhirnya karena mempunyai spritual yang tinggi buah kelapa itu dipetik dengan hanya menjetikan jari (metheti dalam bahasa jawa) dan pohon kelapa tersebut merunduk akhirnya buah kelapa tersebut dibawa pulang.

        Lalu Ki Ageng Giring dengan istrinya yang bernama Nyai Ageng Giring (Nyai Talang Warih) melakukan pembicaraan di sendang yang sekarang dikenal dengan nama "Sendang Pitutur".

SENDANG PITUTUR


        Disitu Ki Ageng Giring memberikan pitutur atau nasehat serta informasi bila Beliau mendapatkan "Wahyu Gagak Emprit", berupa apa wahyu tersebut mungkin hanya beliau yang tahu. Akhirnya Ki Ageng Giring hanya berpesan supaya Nyai Giring menjaga degan (kelapa muda) yang ada di rumah dan diletakan di pogo. Setelah selesai memberikan nasihat lalu dari sendang pututur Ki Ageng Giring langsung menuju ke ladang supaya beliau haus dan bisa meminum air kelapa tersebut dengan sekali teguk dan beliau juga ke sungai yang bernama "Kali Nyamat" yang sekarang, sungai itu dikenal dengan nama "Kali Gowang" untuk bebersih mensucikan diri sebelum beliau meminum degan tersebut dan Nyai Giring kembali ke rumah untuk menjaga degan seperti yang sudah di perintahkan Ki Ageng Giring.

        Sebenarnya Ki Ageng Pemanahan juga diberitahu oleh Sunan Kalijaga bahwa "Wahyu Gagak Emprit" tersebut sudah jatuh berada di desa Sodo giring dan beliau di titahkan untuk pergi ke desa tersebut. Di satu sisi karena sakit hatinya Bintulu Aji (Ki Tunggul Wulung) terhadap Ki Ageng Giring, karena dia yang sudah merawat pohon kelapa tersebut tetapi dia tidak meminta ijin/ diberitahu kalau buah kelapa tersebut sudah dipetik, akhirnya dia membocorkan rahasia wahyu gagak emprit tersebut kepada Ki Ageng Pemanahan. Mendengar berita itu Ki Ageng Pemanahan segera bergegas berangkat menuju ke rumah Ki Ageng Giring. Sesampainya di rumah Ki Ageng Giring, yang dijumpai hanyalah istri Ki Ageng Giring karena Ki Ageng Giring sedang melakukan ritual bebersih di Kali Nyamat. Sebenernya pada waktu itu Nyai Giring sangat kaget dengan kedatangan Ki Ageng Pemanahan, Nyai Giring mencoba bertanya ada keperluan apa Ki Ageng Pemanahan datang ke rumah Ki Ageng Giring, dijawab oleh beliau hanya ingin menanyakan kabar serta memberi salam saja karena bagaimanapun juga Ki Ageng Giring adalah saudara seperguruan yang lebih tua. Singkat cerita karena setelah perjalanan jauh Ki Ageng Pemanahan sangatlah haus dan Beliau meminta minum kepada Nyai Giring, akhirnya beliau mengambilkan minum, tetapi Ki Ageng Pemanahan meminta degan tersebut untuk Beliau minum, Nyai Giring mencoba untuk menghalangi niat dari Ki Ageng Pemanahan namun Ki Ageng Pemanahan terus meminta degan tersebut dan memaksa untuk meminum air kelapa tersebut. Akhirnya Ki Ageng Pemanahan berhasil merebut degan tersebut dan meminumnya sampai habis. Nyai Giring tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menangis sejadi-jadinya karena beliau merasa tidak bisa menjaga apa yang sudah dinasehatkan dan diperintahkan oleh suaminya yaitu Ki Ageng Giring. Setelah meminum air kelapa tersebut Ki Ageng Pemanahan segera mohon pamit kepada Nyai Giring.
Sebenarnya pada saat Ki Ageng Pemanahan meminum air kelapa tersebut Ki Ageng Giring pada saat bebersih diri sudah mendapatkan firasat, dimana padasan ditempat Beliau berdiri gowang (amblas) maka sungai Kali Nyamat tersebut dinamakan "Kali Gowang". 

 JEJAK KAKI KI AGENG GIRING     
                             
        Dalam keadaan yang sedih sekali Nyai Giring menyusul suaminya ke kali gowang tersebut, beliau menangis sambil bersujud mencium kaki Ki Ageng Giring untuk mohon ampun serta meminta maaf karena kelalaiannya tidak bisa menjaga apa yang sudah diamanahkan. Dalam keadaan marah, sedih dan penuh dendam Ki Ageng Giring menangis, karena kesaktian beliau tetasan air mata tersebut menetes di bebatuan yang membikin batu tersebut berlubang, akhirnya sampai saat ini batu tersebut dikenal dengan nama "Watu Dakon" (karena mirip dengan alat permainan dakon). Karena kegundahan dan kemaraha hati Beliau, sambil menangis Kia Ageng Giring berjalan dan menghentakan kakinya ke salah satu batu yang berada di situ. Bekas tapak kaki beliau pun masih ada sampai saat ini. Letaknya tidak jauh dari watu dakon tersebut.                                                 

WATU DAKON

           Kemudian Ki Ageng Giring bergegas untuk mengejar Ki Ageng Pemanahan, beliau sangatlah kuatir kalau dalam pengejaran tersebut tidak bisa menemukan Ki Ageng Pemanahan, maka lokasi dimana pada saat Ki Ageng Giring merasa kuatir itu yang dulunya hutan jati/alas jati ilalang diberi nama "alas kumitir". Lalu dalam pengejaran tersebut membuahkan hasil, Ki Ageng Giring dapat menemukan Ki Ageng Pemanahan, lalu berteriaklah Ki Ageng Giring memanggil Ki Ageng Pemanahan, tetapi panggilan tersebut tidak dihiraukannya dan beliau tetap berlari, akhirnya karen saking marahnya Ki Ageng Giring berteriak (bengok dalam bahasa jawa) memanggil Ki Ageng Pemanahan, karena kesaktian beliau sampai-sampai salah satu pohon jati yang ada di sekitar terutama di depannya jadi terbakar, maka tempat yang dulunya hutan tersebut dinamakan "Alas Jati Bengok". 

 Pada akhirnya Ki Ageng Pemanahan berhenti dalam pelarian beliau dan terjadilah pertarungan antara Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan, karena Ki Ageng Giring lebih sakti pertarungan tersebut dimenangkan oleh Ki Ageng Giring. Lalu setelah mereka sadar dengan bertarung apalagi dengan saudara satu seperguruan sangatlah tidak terpuji dan tidak mendapatkan hasil apa-apa berhentilah beliau-beliau dalam bertarung. Lalu diceritakan bahwa disana ada dua buah batu dimana batu tersebut digunakan untuk berdialog (jagongan dalam bahasa jawa) dan bernegosiasi sampai akhirnya keduanya sepakat menyelesaikan dan mengakhiri permasalahan ini, mengingat keduanya satu seperguruan.

WATU JAGONG

 Karena tau yang akan mejadi raja adalah Ki Ageng Pemanahan maka Ki Ageng Giring memberikan 3 pusaka yaitu Tombak Udan Arum, Songsong Agung Tunggul Naga dan Songsong Agung Songgo Buwono. 
 Kemudian keduanya berpisah di tempat tersebut, Ki Ageng Giring melanjutkan perjalanan ke Sendang Talang Warih,

 SENDANG TALANG WARIH

 untuk melakukan sesuci diri, disendang tersebut beliau membersihkan diri dari segala permasalahan yang dihadapi seperti iri, dengki, marah bahkan dendam, dibersihkan dan disucikan di sendang itu sampai akhirnya Beliau meninggal dan dimakamkan di lokasi yg tidak jauh dari sendang tersebut, 

PESAREAN KI AGENG GIRING III


sedangkan Ki Ageng Pemanahan melanjutkan perjalanan menuju ke Alas Mentaok yg nantinya menjadi Kota Gedhe (kerajaan Mataram).

          Kalau sobat Cakra ketahui makam atau petilasan-petilasan yang sudah kami ceritakan tersebut bnar-benar ada dan sobat Cakra bisa datang untuk kirim doa bagi para leluhur kita, asal jangan digunakan untuk keperluan yang negatif nanti jatuhnya akan menjadi musrik. 
Ini adalah lokasi dimana makam atau petilasan tersebut berada:
Petilasan Rumah Ki Ageng Giring dan Sendang Pitutur berada di satu lokasi yaitu di dusun Candi, Paliyan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta.
Petilasan Kali Gowang, Alas Kumitir Jati Bengok dan Watu Jagong jg berada pada satu lokasi yang tidak terlalu jauh yaitu berada di dusun Kendal, Paliyan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta.
Makam Ki Ageng Giring dan Sendang Talang Warih terletak di satu lokasi di Sidorejo, Sodo, Paliyan, Wonosari Gunung Kidul, Yogyakarta. 
Dan yang terakhir adalah Mentaok (Alas Mentaok) yang sekarang lebih dikenal dengan Kota Gedhenya dan disitulah berdiri kerajaan Mataram.


VISUALISASI PENJAGA KALI GOWANG


Lokasi maps :




Monday, 15 June 2020

Menguak Sejarah Sendang Kemuning, Kotagede Yogyakarta

Menguak Sejarah Sendang kemuning



Gambar visualisasi yang menjaga Sendang Kemuning

      Siapa yang tidak tau tentang "kota gede" dmana tempat tersebut dikenal dengan makam raja2 dan dulunya adalah sebuah kerajaan yang bernama "mataram" ( keraton kotagede ) 
Konon sebelum terbentuknya kerajaan mataram ( keraton kota gede ), daerah sekitar tersebut masih berupa hutan atau yang kerap dikenal dengan nama "alas/ hutan mentaok".
Yg mana hutan/ alas mentaok  tersebut sebagai hadiah tanah perdikan dari Sultan Hadiwijaya ( Kerajaan Pajang ) kepada Ki Gede Metaram/ Ki Ageng Pemanahan.
Karena tempat tersebut belum ada apa-apanya datanglah salah satu wali besar yang menurut cerita turun temurun meminjam tombak salah satu prajurit wanita dan menancapkan tombak tersebut ke tanah, karena kesaktian atau spiritual beliau yang cukup tinggi, dengan menancapkan tombak tersebut lalu tiba-tiba keluarlah mata air dari dalam tanah. Karena waktu itu tempat tersebut banyak ditumbuhi pohon kemuning maka sumber mata air tersebut dinamakan "sendang kemuning".
Sendang tersebut dahulu dan sampai sekarang pun masih ada dan menjadi saluran berkah bagi para penduduknya.


Selain digunakan untuk berwudhu bagi siapa saja yang mau membersihkan diri sebelum sholat, sendang tersebut juga digunakan untuk keperluan sehari hari seperti untuk mencuci, mandi, diambil airnya untuk masak dan lain-lain.
Nah selain untuk sumber kehidupan penduduk setempat, sendang tersebut juga digunakan untuk awal-awal pembangunan kerajaan mataram tersebut. Sampai akhirnya sekarang sendang tersebut dibagi menjadi dua yaitu untuk pria dan wanita, karena sampai saat ini sendang tersebut masih dipercaya oleh banyak masyarakat yang ingin bebersih (mandi) diri di sendang tersebut untuk keperluan tertentu.

Menurut mata batin dari salah satu team kami ( Paklik Permono ) sendang tersebut dijaga oleh prajurit setia wanita dari mataram. Dan kenapa sendang tersebut berada di luar karena sendang tersebut selain pertama kali ada sebelum kerajaan mataram juga sendang tersebut digunakan sebagai pagar "gaib" yang berfungsi untuk membentengi kerajaan mataram dari serangan-serangan negatif yang bersifat gaib tentunya.
Mungkin itu sedikit cerita mengenai "sendang kemuning" yang terletak di kota gede.


GODONG GIRANG

GODONG GIRANG                 Ini yang dinamakan "godhong girang" konon katanya godhong (daun dalam bahasa jawa) ini disabda Ki Ag...